Beberapa hari terakhir, warganet dihebohkan dengan beredarnya sebuah video. Dalam video tersebut, terlihat sekumpulan massa yang sedang melakukan aksi demonstrasi membakar bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Usut punya usut, peristiwa ini terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu 24 Juni 2020 kemarin.
Ketua DPC PDIP Jakarta Timur Dwi Rio Sambodo menilai pembakaran bendera PDIP disertai teriakan "bakar PKI" saat demonstrasi tersbeut sebagai sebuah fitnah. "Dalam video berdurasi 02.33 menit yang viral, kelompok pendemo berteriak 'bakar PKI' dengan membakar bendera PDIP adalah tindakan fitnah yang teramat keji dan wajib diproses hukum," kata Rio melalui keterangan tertulis, Kamis (25/6/2020) seperti dikutip dari Kompas.com. Menurutnya, pembakaran bendera PDIP itu merupakan benduk vandalisme dan tindakan kejahatan terhadap demokrasi.
Ia pun mendorong Polri untuk segera mengusut tuntas serta menangkap pelaku dan dalang pembakaran bendera tersebut. "Dan sebaiknya segala silang pendapat tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila diselesaikan secara mekanisme ketatanegaraan, sesuai konstitusi negara," lanjut dia. Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Ia menyesalkan aksi pembakaran bendera partainya tersebut. "Meskipun ada pihak yang sengaja memancing di air keruh, termasuk aksi provokasi dengan membakar bendera partai, kami percaya rakyat tidak akan mudah terprovokasi," kata Hasto dalam keterangan tertulis. Menurut Hasto, pihak PDIP akan menempuh jalur hukum atas peristiwa ini.
"Karena itulah mereka yang telah membakar bendera Partai, PDI Perjuangan dengan tegas menempuh jalan hukum," ujarnya. Sementara itu, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengeluarkan surat perintah harian pada seluruh kader terkait peristiwa ini. Berikut isi lengkap surat perintah Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri:
Merdeka !!! Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah Partai yang sah dan dibangun melalui sejarah panjang serta berakar kuat pada sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, melalui Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh Bung Karno pada tanggal 4 Juli 1927. PDI Perjuangan juga memiliki sejarah panjang di dalam memerjuangkan hak demokrasi rakyat, meskipun membawa konsekuensi dikuyo kuyo, dipecah belah, dan puncaknya penyerangan kantor Partai pada tanggal 27 Juli 1996. Meskipun demikian dalam perjalanannya, PDI Perjuangan tetap dan selalu akan menempuh jalan hukum.
PDI Perjuangan akan terus mengobarkan elan perjuangan bagi dedikasi Partai untuk Rakyat, Bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas dasar hal tersebut, sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan saya tegaskan bahwa PDI Perjuangan tidak pernah memiliki keinginan untuk memecah belah bangsa sebab kita adalah pengikut Bung Karno yang menempatkan Pancasila sebagai suluh perjuangan bangsa. *Terus rapatkan barisan!* *Tempuhlah jalan hukum, perkuat persatuan dengan rakyat,*
*karena rakyatlah cakrawati Partai.* *Sekali Merdeka Tetap Merdeka!* *Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!* *Bendera selalu tegak!! Seluruh kader siap menjaganya!!!*
Di sisi lain, pihak Persaudaraan Alumni 212 tidak mempermasalahakan langkah PDI Perjuangan yang membawa insiden pembakaran bendera PDI P ke jalur hukum. "Ini negara hukum. Jadi dari dulu kami menghargai proses hukum. Siapapun, silahkan mengambil jalur hukum jika ada pihak pihak yang diduga melanggar hukum," kata Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif, Jumat (26/6/2020). Ia berdalih, insiden pembakaran bendera PDIP itu tidak termasuk dalam rencana aksi unjuk rasa, melainkan spontanitas peserta aksi saja.
"Enggak, itu spontanitas saja itu. Saya sendiri tidak melihat langsung karena sedang audiensi di dalam," kata Slamet. Kendati demikian, Slamet meminta pihak kepolisian juga melakukan upaya hukum bagi pihak pihak yang menjadi inisiator RUU HIP. Sebab, menurut Slamet, RUU HIP terinidikasi berbau komunis sehingga menimbulkan kontoversi serta membuat resah dan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Pemerintah dan pihak keamanan juga harus menegakan hukum kepada siapapun, kelompok apapun yang terindikasi mau mengganti Pancasila dengan Trisila atau Ekasila," kata Slamet.