Tewaskan Juniornya saat Diksar UKM, Mahasiswa Unila Divonis 2 Tahun Penjara

Mahasiswa senior Unila yang menewaskan juniornya saat pendidikan dasar (diksar) UKM Cakrawala FISIP Unila divonis hukuman penjara dua tahun. Aga Trias Tahta (19) meninggal karena perpeloncoan yang dilakukan seniornya pada akhir September 2019 lalu. Dua dari 17 terdakwa lainnya dalam perkara tewasnya Aga menjalani tuntutan, Rabu, 6 Mei 2020 kemarin, yakni KDA dan MKS.

JPU menuntut supaya majelis hakim menyatakan KDA dan MKS terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberikan kesempatan atau upaya untuk melakukan kejahatan atau melakukan penganiayaan yang mengakibatkan suatu luka. Selain itu, sengaja memberikan kesempatan atau upaya untuk melakukan kejahatan kekerasan terhadap anak. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan hukuman penjara kepada masing masing terdakwa selama 2 tahun dikurangi selama terdakwa di dalam tahanan," kata JPU.

Diketahui KDA dan MKS disidangkan di Pengadilan Negeri Gedongtataan dengan perkara Nomor : 10/Pid.B/2020/PN Gdt. Ketua PN Gedungtataan Rio Destrado memimpin langsung sidang tersebut, didampingi hakim Tommy Febriansyah dan hakim Vita Deliana Sebelumnya, dua terdakwa ini didakwa dengan Pasal 170 Ayat (2) ke 3 KUHP Jo Pasal 56 ke 2 KUHP subsider Pasal 170 Ayat (2) ke 2 KUHP Jo Pasal 56 ke 2 KUHP, lebih subsidair Pasal 170 ayat (2) ke 1 KUHP Jo Pasal 56 ke 2 KUHP.

Atau Pasal 351 Ayat (3) KUHP Jo Pasal 56 ke 2 KUHP subsidair Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 56 ke 2 lebih subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 56 ke 2 KUHP dan Pasal 80 Jo Pasal 76 C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 56 ke 2 KUHP. Sebelumnya, MBR alias Bintang, salah satu panitia pendidikan dasar UKM Cakrawala FISIP Universitas Lampung, dituntut hukuman tiga tahun penjara. MBR merupakan satu dari 17 terdakwa dalam perkara tewasnya mahasiswa FISIP Unila bernama Aga Trias Tahta.

Sidang lanjutan yang digelar secara online di Pengadilan Negeri Gedong Tataan, Pesawaran, Rabu (6/5/2020), dipimpin oleh ketua majelis hakim Rio Destrado. Rio didampingi Tommy Febriansyah dan Vita Deliana menyidangkan perkara dengan terdakwa MBR alias Bintang. Sementara MBR mengikuti sidang dari Lembaga Pemasyarakatan Kalianda melalui vicon.

MBR merupakan pengurus senior dalam UKM Cakrawala. Sedangkan kuasa hukum terdakwa terlihat juga dalam tampilan layar sidang online tersebut. Sebelum membacakan tuntutan, Rio menanyakan kondisi kesehatan terdakwa MBR.

"Alhamdulillah sehat, Yang Mulia," jawabnya. Lantas, majelis hakim meminta JPU membacakan tuntutannya. JPU berkeyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah.

Itu berdasar fakta persidangan dan pernyataan saksi saksi yang dihadirkan dalam persidangan. Dia mengatakan, terdakwa terbukti bersalah karena telah melakukan perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan suatu luka yang mengakibatkan kematian serta melakukan perbuatan kekerasan terhadap anak. JPU meminta kepada majelis hakim memutuskan MBR terbukti bersalah melakukan tindak pidana karena dengan sengaja telah menimbulkan rasa sakit atau suatu luka yang akibatkan kematian seseorang.

Sedangkan hal yang dipertimbangkan dapat meringankan terdakwa karena sudah ada perdamaian dengan keluarga korban. Selain itu, terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. "Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan," kata JPU.

Selain itu, meminta supaya terdakwa tetap ditahan dan menjatuhi denda sebesar Rp 20 juta subsider satu bulan kurungan. Diketahui MBR merupakan satu dari 17 panitia Diksar UKM Cakrawala FISIP Universitas Lampung yang telah ditetapkan sebagai terdakwa. Perkara Diksar UKM Cakrawala FISIP Universitas Lampung terbagi dalam empat perkara.

Sedangkan MBR sebagai terdakwa dengan nomor perkara 12/Pos.B/2020/PN Gdt. MBR sebelumnya didakwa dengan pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP subsider pasal 170 ayat (2) ke 2 KUHP lebih subsider, pasal 170 ayat (2) ke 1 KUHP, atau pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Subsider pasal 351 ayat (2) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, lebih subsider pasal 351 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan pasal 80 ayat (1) UU RI No 34 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Sebelum meninggal, Aga Trias Tahta mengikuti diksar Desa Cikoak, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Kamis (26/9/2019). Tetangga korban, Muhammad Ariyanto mengatakan, keluarga mendapat kabar Aga Trias Tahta masuk Rumah Sakit Bumi Waras (RSBW) pada Minggu (29/9/2019) sekira pukul 14.00 WIB. Dalam kabar tersebut, Aga disebut mendapat kecelakaan.

Lantas, keluarga menuju rumah sakit yang dimaksud. Sesampainya di rumah sakit, keluarga sudah mendapatkan Aga Trias Tahta dalam keadaan tidak bernyawa. Jenazahnya kemudian dibawa ke rumah duka sekira pukul 18.00 WIB.

Kondisi tubuh Arga Trias Tahta mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP Unila mengalami luka luka dan lebam. Keadaan tersebut, diterangkan oleh ayahnya Arga, Denny Muhtadin (53) saat ditemui di rumah duka, Senin (30/9/2019) siang usai pemakaman. Denny menceritakan, bahwa Arga sempat pamit kepadanya dan ibunya, Rosdiana (52) akan camping bersama rekan rekannya.

Sebelum berangkat camping, Arga sempat mengikuti demo mahasiswa di gedung DPRD Lampung. Lantaran Arga pergi ke kampus PP (Pulang Pergi) pakai sepeda motor, pulang terlebih dahulu ke rumah sebelum berangkat camping. Selanjutnya berangkat lagi diantar ayahnya untuk mengikuti kegiatan alam tersebut.

"Kalau mau camping ya camping, tapi cari selamat aja, jangan yang berbahaya berbahaya," pesan Denny. Arga berangkat mengikuti kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pecinta alam, selama empat hari, Kamis, 26 September 2019 hingga Minggu 29 September 2019. Denny mengatakan, anak ketiganya tersebut menginformasikan kepulangannya pada Minggu, 29 September 2019.

Namun setelah tiba di hari yang ditunggu untuk menjemput putranya, Denny tidak juga memperoleh kabar. Ia pun tidak mempunyai firasat, karena selalu mendoakan yang baik untuk anaknya. Ketika nada dering ponselnya berbunyi ternyata bukan dari putranya.

Justru berasal dari Rumah Sakit Bumi Waras (RSBW), Minggu pukul 14.00 WIB, yang mengabarkan kondisi sang putra. Kakak kandung Arga, Gani Dewantara (27) menuturkan, keluarga meminta kepolisian mencari titik terang penyebab kematian Arga. Sebab, tambah dia, informasi yang didapat keluarga berbeda beda. Dia juga menyayangkan penyelenggara kegiatan yang tidak menyiagakan tim medis pada acara tersebut.

Padahal dalam acara itu banyak menguras energi, dan daya tahan tubuh peserta. Kakaknya yang lain, Amin Abdulrahman (36) menyatakan tidak menerima dengan apa yang sudah menimpa adiknya. Dia menilai dari melihat kondisi fisik jasad almarhum tidak hanya dikarenakan jatuh.

Sebagaimana yang diceritakan pihak panitia, Arga terjatuh ke jurang. "Ada sesuatu yang disembunyikan panitia," ujarnya. Sampai sejauh ini, keluarga masih menunggu kebijakkan dari pihak Universitas Lampung dan menunggu hasil dari penyelidikkan kepolisian. Para tersangka, yaitu 17 mahasiswa Unila, dalam kasus Mahasiswa Fisip Unila Meninggal segera menjalani sidang setelah perkara dilimpahkan dari Polres Pesawaran ke Kejari Kalianda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *